Ingat Waktu

Ingat Waktu

Pages

Sabtu, 13 September 2014

Santun vs Abid'

Mari kita sejenak mengingat kisah pembunuh 99 nyawa dari Bani Israil itu. Apa yang menjadikannya membunuh untuk ke 100 kalinya?

Agaknya seorang pemuda yang telah banyak melakukan dosa, pemuda yang satu ini hidup bergelimang dosa dan maksiat, akan tetapi masih memiliki iman dam rasa hormat kepada orang yang beragama. Konon ia telah membunuh manusia sampai jumlah 99 nyawa dari Bani Israil. Tiba-tiba rasa kerinduannya kepada kebenaran menghentak-hentak ubunnya, ada sesuatu yang hilang dalam kehidupannya.

Berjalanlah ia, bertanya kesana kesini kepada orang-orang tentang siapa orang yang bisa mencari jalan keluar bagi permasalahannya. Masyarakat menunjuk seorang Ahli Ibadah dan disarankan untu bertanya kepadanya. Lalu ia bertanya perihal dosa yang telah ia lakukan kepada Rahib tersebut, “Telah kuhabisi 99 jiwa, mungkin kah taubatku diterima?”. Agaknya tercekam oleh kata ‘bunuh’. Dalam ilmunya yang terbatas, yang dia tahu Taurat menegaskan membunuh satu jiwa sama dengan membinasakan seluruh kehidupan. 

Baginya membunuh semut saja berdosa, apalagi merenggut nyawa 99 manusia. Maka cekaman itu melalaikan dari kata ‘Taubat’, itulah kebaikan yang mengintip samar, harus dikenali dan dihargai.”tidak!”, mendengar jawaban itu sang pemuda marah dan melengkapkannya. Tewaslah sang Abid sebagai korban ke-100.

Sekali pun dosa telah ia lakukan kembali, maksiat yang telah ia akui sebagai kesalahan sekarang terulang kembali, seperti luka lama yang telah tidak lagi bertaut. Meskipun demikian tidak membuat pemuda berputus asa, lalu ia kembali mencari kedua kalinya akan ahli Ilmu yang benar-benar berilmu. Di tunjukan lah kepadanya seorang yang berilmu.

Lalu jumpa lah si pembunuh dengan Alim yang tersenyum, memuji, membesarkan Hati. Seberkas senyum kecil dan pujian sederhana, bisa membuat jiwa rapuh kembali percaya bahwa dia berhak dan layak berbuat baik. Berkata lah ia “tuan guru hamba telah membunuh 100 jiwa, yang terakhir bukan sembarangan orang, Ahli ibadah yang dihadapan Alloh jauh lebih mulia dari 99 orang yang telah hamba bunuh sebelumnya. Apakah pintu taubat masih terbuka untuk bagiku?” ia angkat kepalanya perlahan, seakan tidak percaya dari jawaban tersebut, berbinar wajahnya, mulai berkaca dan tak tertahan meneteskan air matanya karena bahagia yang tidak tertanggungkan, lalu ia rangkul sang Alim tersebut.

Selesai sudah pengembaraannya, saatnya ia menghirup hari-hari bahagia, tidak akan ia ulangi kembali tindakan-tindakan yang telah meletihkan dan menyengsarakannya.

Ahli ilmu itu berkata, “akan tetapi, berangkatlah engkau ke negeri yang jauh, tempat orang-orang yang shalih tinggal. Jangan kembali lagi ke negerimu, karena negerimu, negeri yag tidak baik”. Ia berangkat dengan gelora semangat bersama langkah kaki yang setapak meninggalkan kampung halamannya, bersama itu pula telah ber-Azzam dalam lubuk hatinya untuk hijrah dari semua Amal buruk menuju Alam baik…

0 komentar:

Posting Komentar