Seperti kisah ibnu Hajar Al-Asqalani,
penulis Fatul Bari yang termashur itu, ketika suatu hari melintas dengan kereta
mewahnya. Beliau dicegat oleh seorang Yahudi penjual minyak Ter. Penampilah
keduanya bertolak belakang. Ibnu Hajar tampak anggun dan megah. Sementara si
Yahudi penjual minyak Ter itu tampak dekil, compang-camping, berbau busuk, dan
kumal. Dicegatnya Ibnu Hajar lalu ia bertanya.
“Nabimu mengatakan dunia adalah penjara
bagi orang Mukmin dan Surganya orang Kafir, benarkah demikian?” ujarnya. “betul
demikian sabda beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang diriwayatkan Imam
Muslim”, sahut Ibnu Hajar tersenyum.
“kalau begitu akulah Mukmin dan kamulah
Kafir!” hardik si Yahudi. “Oh”, sahut Ibnu Hajar sembari tersenyum lagi,
“Mengapa bisa demikian Hai Ahli kitab yang malang?”.
Si Yahudi menjawab, “Coba lihat, Aku
hidup dalam susah dan nestapa sebagai penjual minyak Ter, maka aku merasa
terpenjara, maka aku Mukmin. Sementara kamu hidup mewah dan megah, maka kamu
seperti disurga. Sesuai hadits tadi kamu adalah orang kafir”. Ibnu hajar
mengangguk-ngangguk menyimak.
Setelah tersenyum lagi, beliau berkata,
“sudikah jika aku jelaskan padamu makna yang benar dari hadits itu Duhai cucu
Israil? Dunia adalah penjara bagi orang mukmin seperti diriku, sebab segala
kemewahan yang ku nikmati sekarang, tak ada apa-apanya dibandingkan apa yang
Alloh sediakan untuk kami di surga. Dalam kemewahan ini, kami menanti kemewahan
yang jauh berlipat. Maka hakikatnya, dunia ini penjara bagi kami. Sementara
kau, didunia memang payah dan menderita. Tetapi semua nestapa mu itu tiada
artinya dibanding apa yang Alloh sediakan bagimu kelak di neraka. Duniamu yang
menyiksa itu, sungguh adalah surga tempatmu masih bisa tersenyum, makan, minum.
Menanti siksa kelak dineraka sejati”.
Yahudi si penjual minyak ter itu
terngahngah. Lalu dengan mata berkaca-kaca, dia berkata lirih, “Asyahadu Allaa
Ilaaha illallaah, wa asyhadu anna Muhammad Rasuulullaah”.
Segera, tanpa memperdulikan pakaiannya
yang mungkin terkotori, Ibnu Hajar memeluk si penjual minyak Ter yang kini
telah berislam. “selamat datang! Selamat datang saudaraku! Selamat atas hidayah
Alloh padamu, pujian Hanya milik-Nya!” ujar beliau, mereka pun berangkulan
dengan Erat. Hari itu si penjual Minyak Ter dibawa Ibnu Hajar ke rumahnya
dididik dan akhirnya menjadi salah seorang muridnya yang utama.
0 komentar:
Posting Komentar