Tentang Musik dari para Ulama
- Umar bin Abdul Aziz rahimahullah
Beliau berkata kepada pengajar anaknya: "Hendaknya yang pertama
mereka yakini dari adabmu adalah kebencian terhadap lagu, yang asal mulanya dari syetan dan akibatnya kemurkaan Ar Rahman, sungguh telah memberitahukan kepadaku beberapa ulama yang terpercaya bahwa mendengar alat-alat musik dan lagu dan terlena dengannya menumbuhkan kemunafikan di hati sebagaimana air menumbuhkan rumput"[27].
- Imam Abu Hanifah rahimahullah
Al Alusi berkata di dalam kitab Ruhul Ma'ani tentang pengharaman lagu,
perkataan dari Abu Hanifah, beliau rahimahullah berkata: "Sesungguhnya
lagu haram di dalam seluruh agama", dan As Sarkhasi rahimahullah di dalam
kitab Al Mabsuth berkata: "Tidak diterima kesaksian para
penyanyi"[28].
- Imam Malik rahimahullah
Beliau ditanya tentang apa yang diringakan oleh penduduk kota Madinah di dalam
permasalahan lagu?, beliau menjawab: "Bagi kami hanya orang-orang yang
fasik yang melakukannya"[29].
- Imam Syafi'ie rahimahullah
Beliau rahimahullah berkata di dalam kitab Al Umm: "Seseorang yang
menyanyi dan menjadikan nyanyian tersebut pekerjaannya, dia didatangkan dan
didatangi oleh orang, dan ia dinisbatkan kepada musik tersebut, terkenal karena
musiknya dan begitupula wanita, maka tidak diterima kesaksian salah seorang
dari mereka berdua, hal itu karena lagu adalah termasuk dari perbuatan
melalaikan yang dibenci, yang serupa dengan kebatilan dan barangsiapa yang
melakukan hal ini maka disifati dengan kebodohan dan hilang kehormatan diri dan
barangsiapa yang ridha dengan ini untuk dirinya maka ia adalah orang yang
diremehkan, meskipun (musik) itu bukan sesuatu yang haram dengan keharaman yang
jelas. Dan jika ia tidak menisbatkan dirinya kepada musik tersebut, akan tetapi
ia dikenal bahwasanya ia main musik dalam suatu keadaan dan menyanyi di
dalamnya dan tidak menyibukkan diri untuk itu dan tidak diminta untyuk hal
tersebut dan tidak ridah terhadapnya maka tidak gugur kesaksiannya demikian
pula hukumnya terhadap wanita"[30].
- Imam Ahmad bin Hanbal
rahimahullah Imam Ahmad rahimahullah ditanya tentang seorang laki-laki yang
mati, meninggalkan anak laki-laki dan satu budak wanita penyanyi, lalu si anak butuh
untuk menjualnya, lalu imam berkata: "Wanita penyanyi tersebut dijual
sebagai budak wanita biasa, bukan karena dia penyanyi wanita", lalu beliau
ditanya: "Ia senilai dengan 30 ribu, dan kemungkinan jika di jual sebagai
budak biasa maka akan seharga 20 ribu, lalu imam menjawab: "Tidak dijual kecuali
ia sebagai budak wanita biasa"[31].
- Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah Beliau rahimahullah berkata:
"Madzhab imam yang empat adalah bahwa alat-alat musik seluruhnya haram…dan
tidak ada seorang dari pengikut imam-imam tersebut ada pertentangan di dalam
masalah alat-alat musik"[32].
- Ibnu Qayyim rahimahullah
Beliau mengatakan: "Kecintaan
kepada Al Quran dan kecintaan kepada alunan-alunan lagu di dalam hati seorang
hamba tidak akan pernah menyatu"[33].
- Muhaddits Al Albani rahimahullah Beliau rahimahullah berkata: "Para
imam yang empat sepakat akan keharaman alat-alat musik seluruhnya"[34].
[27] Disebutkan oleh Ibnu AbidDunya di dalam kitab Dzammil Malahi (hal.
40-41), dan lihat: kitabSirah Umar bin Abdul Aziz karya Ibnul jauzi (hal. 296)
[28] Lihat: kitab Hasyatul Jamal (5/380), cet. Ihya Turats, Kitab Hasyiyah Ibnu
'Abidin (5/253, 4/384), Hasyiyatud Dasuqi (4/166)
[29] Disebutkan oleh Ibnul Jauzi di dalam kitab Talbisu Iblis (hal. 244)
dengan sanad yang shahih dari Ishaq bin Isa Ath Thiba' dan ia adalah perawi
yang tsiqah dari para perawi shahih Muslim [30] Lihat: Kitab Al Umm (6/209), cet.
Darul Ma'rifah[31] Lihat: Kitab Asy Syarhul Kabir, karya Ibnu Qudamah (4/41)
[32] Lihat: Kitab Majmu' fatawa(11/576)
[33] Lihat: Qasidah An Nuniyah, karya Ibnul Qayyim rahimahullah
[34] Lihat: kitab As Silsilah Ash Shahihah (1/145)
Al ghina wasy syi'r (bernyayi dan bersyair)
"Dan
di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna
untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan
jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang
menghinakan" (Luqman: 6)
mengenai
ayat ini, ibnu Abbas Radiallahu
anhu berkata bahwa lagwal hadits didalamnya berarti
"Nyayian". Ibnu Abbas Radiallahu anhu adalah sahabat
yang mendapat doa Rasulullah Salaullahu
'Alaihi wasallam, "Ya Allah! Anugerahkanlah kefakihan kepadanya dalam
agama ini dan ilmu ta'wil." ia pun digelari "Turjumanul
Quran" (penafsir Al- Quran).
Ibnu
Mas'ud Radiallahu anhu menerangkan
bahwa lahwa hadits adalah Al-ghina (Nyayian). demi Allah yang tiada
sesembahan selain Dia! Pernyataan Rasulullah Salaullahu 'Alaihi
wasallam mengenai pernyataan
Ibnu Mas'ud Radiallahu anhu adalah
"Sesungguhnya ia adalah pen-talkin yang mudah dipahami". dalam ayat
ini.
"Hasunglah
siapa yang kamu sanggupi diantara mereka dengan suaramu". (Al-Isra': 64)
Ibnu
Abbas mengatakan, "Suaramu" dalam ayat ini adalah segala yang membawa
pada kemaksiatan. Imam Mujahid, pemimpin para ahli tafsir (murid ibnu
Abbas Radiallahu anhu) menyatakan bahwa "Suaramu" artinya
"Al Ghina" (nyayian) dan "Al-Bathil".
Hasan Al
Basri berkata, ayat itu turun dalam masalah musik dan lagu.
Ibnu
Qayyim menambahkan keterangan dari Hasan Al Basri bahwa "Suaramu"
adalah duff (rebana).
Kemudian ayat ke tiga surat An Najm: 59-60
“Apakah kamu merasa heran dengan
pemberitaan ini dan kamu mentertawakan serta tidak menangis sedang kamu
bernyayi-nyayi”
Kata ikrimah Radiallahu
anhu dan Ibnu
Abbas Radiallahu anhu, kata “As-Sumud” dalam akhir ayat berarti Al-ghina
menurut dialek Himyar. Dia menambahkan bahwa jika mendengar Al-Quran, mereka
bernyayi-nyayi, lalu turunkah ayat itu.
Dalam hadits
shahih riwayat Imam Bukhari dan sahabat Abi Amir Radiallahu anhu dan Abi
Malik Al-ghina Radiallahu anhu, Rasulullah Salaullahu 'Alaihi
wasallam bersabda, “Akan muncul dari umatku, sekelompok orang yang
menghalalkan fajr (perzinaan), sutera, khamr, dan alat-alat musik”.
(fat-hul Bari, 10/51)
Nyayian dan
musik merupakan dua pintu yang dilalui setan untuk merusak hati dan jiwa.
Kaitannya dengan hal itu, Imam Al-Hafiz Ibnu Qayyim Al Jauziyyah berkata, “Diantara
tipu daya setan musuh Allah dan diantara jerat yang dipasangnya untuk orang
yang sedikit ilmu, akal, dan agamanya adalah membuat orang terjebak ke dalamnya
untuk mendengarkan kidung dan nyayian yang diiringi musik yang diharamkan. Satu
hal yang mengherankan adalah sebagai manusia yang mengaku memilih konsentasi
untuk ibadah justru telah menjadi nyayian, tarian, dan lagu sebagai wahana
ibadah sehingga mereka meninggalkan Al-Quran”.
Ibnu Qayyim
dalam kitabnya Ighatsatul Lahfan min Mashayidisy Syaithan menamai
nyayian seperti itu dengan sepuluh nama, yaitu lahwun (main-main), laghwun
(pekerjaan sia-sia), zuur (kebathilan), muka (siulan), tasydiah (tepuk tangan),
ruqyatuz-zina (jimat dalam perzinaan), pedoman syetan, penumbuh nifaq didalam
hati, suara kedunguan, suara yang penuh dosa, suara syetan, atau suara seruling
syetan.
Ada beberapa
nyayian yang diperbolehkan, yaitu menyanyi pada Hari Raya. Hal itu berdasarkan
hadits Aisyah Radiallahu anhuma “ Suatu ketika Rasulullah Salaullahu
'Alaihi wasallam masuk ke bilik Aisyah, sedang disisinya ada dua orang
hamba sahaya wanita yang masing-masing memukul rebana (dalam riwayat lain ia
berkata, “Di sisi saya, ada dua orang hamba sahaya yang sedang menyanyi”), lalu
Abu Bakr Radiallahu anhu mencegak keduanya. Namun, Rasulullah Salaullahu
'Alaihi wasallam malah bersabda, “biarkanlah mereka karena sesungguhnya
masing-masing kaum memiliki hari raya, sedangkan hari raya kita adalah pada
hari ini” (Hr. Imam Bukhari).
Menyanyi dengan
rebana ketika berlangsung pesta pernikahan untuk menyemarakan suasana sekaligus
memperluas kabar pernikahannya pun boleh. Nabi Salaullahu 'Alaihi wasallam
bersabda, “perbedaan antara yang halal dan haram adalah memukul rebana dan
suara (lagu) pada saat pernikahan”. (Hr. Imam Ahmad)
Maksudnya,
khusus untuk kaum wanita. Nasyid islami (nyayian Islami tanpa diiringi dengan
musik) adalah nyayian yang senandungkan saat bekerja sehingga lebih
membangkitkan semangat kerja, terutama jika didalamnya terdapat doa.
Rasulullah Salaullahu
'Alaihi wasallam menyandungkan syair Ibnu Rawahah dan menyemangati para
sahabat saat menggali parit. Beliau bersandung, “Ya, Allah! Tiada kehidupan
kecuali kehidupan akhirat, ampunilah kaum Anshar dan Muhajirin”. Seketika kaum
Muhajirin dan Anshar menyambutnya dengan senandung lain, “Kita telah membaiat Muhammad. Kita selamanya
selalu dalam jihad”.
Ketika menggali tanah bersama
para sahabatnya, Rasul Salaullahu 'Alaihi wasallam pun besenandung dengan syair
Ibnu Rawahah yang lain, “Demi Allah! Jika bukan karena Allah, tentu kita tidak
mendapat petunjuk, tidak pula kita bersedekah, tidak pula mengerjakan shalat. Turunkanlah
ketenangan kepada kami, mantapkan langkah dan pendirian kami jika bertemu
(musuh) orang musyrik yang telah mendurhakai kami. Jika mereka mengingin-kan
fitnah, kami menolaknya”. Dengan suara koor dan tinggi mereka balas
bersenandung, “Kami menolaknya”. (Hr. Muttafaqun’alaihi)
Nyanyian yang
mengandung pengesahan Allah Subhanahu Wata’ala, kecintaan kepada
Rasulullah Salaullahu 'Alaihi wasallam dengan menyebutkan sifat beliau
yang terpuji, mengandung anjuran berjihad, teguh pendirian, memperbaiki akhlak,
seruan saling mencintai, tolong-menolong diantara sesama, atau menyebutkan
beberapa kebaikan Islam dari berbagai prinsipnya serata hal-hal lain yang
bermanfaat bagi masyarakat Islam adalah baik bagi agama atau akhlak mereka.
Diantara beberapa
langkah yang dianjurkan, jauhi mendengar radio, telivisi, atau lainnya, apalagi
berupa lagu-lagu yang tidak sesuai dengan nilai akhlak dan diiringi musik. Diantara
lawan paling jitu untuk menangkal kebergantungan pada musik adalah dengan
selalu mengingat Allah dan membaca Al-Quran, terutama surat Al-Baqarah. Dalam hal
itu, Allah Ta’ala berfirman,
“Hai
manusia! Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari tuhanmu dan sebagai
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta
Rahmat bagi orang yang beriman”. (Yunus: 57)
Rasulullah Salaullahu
'Alaihi wasallam bersabda, sesungguhnya setan itu lari dari rumah yang
didalamnya dibaca surat Al-Baqarah” (Hr. Imam Muslim)
Membaca sirah
nabawiyah (riwayat hidup Rasul Salaullahu 'Alaihi wasallam). Demikian pula
sejarah hidup para sahabat beliau. Sering kita saksikan, sebagian para pengikut
hawa nafsu, orang-orang yang lemah jiwa dan sedikit ilmunya manakala mendengar
perkataan yang diharamkan secara berturut-turut, ia berkeluh kesah sambil
berujar, “Segalanya haram. Tidak ada sesuatu pun kecuali kamu mengharamkannya. Kamu
telah menyuramkan kehidupan kami. Kamu membuat gelisah hidup kami, menyempitkan
dada, dan kami tidak memiliki, selain haram dan mengharamkan. “Padahal agama
itu mudah dan persoalanya tidak sesempit itu dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
Untuk menjawab
ucapan mereka, “Sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’ala menetapkan hukum
menurut kehendak-Nya. Tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya. Allah
mahabijaksana dan Mahagetahui. Ia menghalalkan semua yang ia kehendaki dan
mengharamkan semua yang dikehendaki-Nya pula. Diantara pilar kehambaan kita
kepada Allah ‘Azza wa Jalla adalah hendaknya kita Ridha dengan semua yang
ditetapkan olehnya, pasrah dan berserah diri kepada-Nya secara total”.
Wallahu a’lam.